Akhir Sebuah Kisah

POOR AUDREY





“Selamat malam sayang..!”, satu kecupan mendarat di pipi tirus wanita itu.

Wanita dengan manik coklat terang itu tersenyum lembut sebagai balasan dari kecupan yang dia terima dari pria yang telah berhasil mencuri hatinya itu sejak 1 tahun yang lalu.
“Kamu selalu terlihat sangat mempesona sayang”
“I love you”, dipeluknya erat pinggang wanita itu dan kemudian mereka berjalan memasuki kediaman sang wanita.
Audrey Gracia Felix, seorang designer muda nan cantik yang terkenal dan menjadi salah satu designer yang hampir keseluruhan karyanya banyak dipakai para artis, aktor dan kalangan atas di negaranya. 


Audrey tersenyum hangat di dalam dekapan kekasihnya Luc Rolland, seorang aktor tampan yang namanya tengah melambung pesat pada abad ini. Jantung Audrey bahkan selalu berdegup cepat saat berdekatan dengan Luc, meskipun sudah setahun mereka berhubungan. Dia sangat mencintai kekasihnya itu.
 “Sayang, Mom dan Dad mengajakmu makan malam besok”, ucap wanita itu, tanpa melepas dekapannya dari dada bidang milik Luc.
“Baiklah, aku akan datang, kebetulan besok malam aku tidak memiliki acara penting, hanya rapat rutin dan aku bisa meminta izin kepada manajerku”, Audrey tersenyum bahagia.

Dia tidak sabar untuk menunggu hari yang sangat penting itu, karena makan malam yang akan mereka lakukan bersama dengan orangtua Audrey bukan hanya sekedar makan malam saja, tapi lebih dari itu. Dan wanita itu benar-benar menantikannya.

“Terimakasih Luc”, dia mempererat pelukannya        
Luc menatap lekat pada manik coklat milik Audrey, dan mulai mendekatkan bibirnya keleher jenjang kekasihnya itu, “I love you, honey”, dikecupnya setiap inci wajah Audrey dan mereka melewati sepanjang malam itu dalam kerinduan yang sangat.


***

“Kenapa teleponnya tidak aktif?”, Audrey menekan kembali nomor tujuannya dan lagi-lagi guratan kekecewaan tampak dari wajah menawannya.

Audrey sangat resah, bagaimana tidak, dia dan Luc sudah tidak saling bertemu, dan saling menghubungi sejak sebulan lalu. Tidak ada kabar dari Luc semenjak kepergiannya ke luar negeri karena projek film barunya.

Sebelumnya, pada malam setelah mereka berkumpul bersama dengan kedua orangtua Audrey, Luc telah mengatakan akan pergi untuk beberapa bulan kedepan karena film baru yang dia bintangi berlatar di negara lain. Audrey mengiyakannya, karena dia tahu Luc adalah aktor yang sedang berada dipuncak kejayaannya.

Sangat tidak pantas bagi Audrey meminta Luc agar tidak pergi ke sana hanya demi kerinduannya terhadap pria itu. Audrey hanya perlu bersabar menunggu kepulangan Luc.
“Setidaknya, kamu harus membalas pesanku Luc”, Adrey mendesah pelan, sia-sia saja menghubungi kekasihnya itu, karena dia yakin, tidak akan ada cukup waktu bagi Luc untuk menerima panggilan pada saat dirinya sangat sibuk.
“Baiklah, aku hanya akan mengiriminya pesan”, selesai mengirim pesan, Audrey merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Dipeluknya erat bantal yang ada di sampingnya, bantal yang selalu dipakai oleh Luc dimalam-malam romantis mereka. Dihirupnya aroma maskulin Luc yang masih dapat dia rasakan di sana. Tiba-tiba saja dia teringat dengan makan malam mereka sebelum kepergian Luc ke luar negeri.


“Terimakasih sudah bersedia datang Luc”, ucap wanita paruh baya namun masih dengan wajah anggun yang nyata, dia Nyonya Ariana Felix, istri dari Tuan Alex Simeon Felix, dan ibu dari Audrey Gracie Felix.

            “Tidak, sayalah yang seharusnya berterimakasih kepada anda tuan dan nonya Felix. Saya sangat beruntung karena dapat menikmati makan malam ini dengan orang-orang” hebat seperti anda”, balas Luc dengan bijak.

            “Jadi, sebenarnya ada yang ingin kami sampaikan padamu, selaku orangtua dari Audrey”, Alex, ayah Audrey mulai mengambil alih pembicaraan.

“Sepertinya hal yang sangat penting”, ucap Luc, mulai memahami suasana yang tampak sangat serius itu.

“Apakah kamu, Luc benar-benar mencintai putri kami satu-satunya ini?”, Luc menoleh ke arah Audrey, yang tampak tersipu malu.

Luc menoleh kembali pada Alex dan Ariana, “Ya, saya mencintai Audrey”, Audrey dan kedua orangtuanya tampak tersenyum penuh arti

“Kalau begitu, maukah kamu menerima Audrey sebagai istrimu, Luc?”, lanjut Alex

Luc tersentak untuk seperkian detik, sebelum kembali mengubah raut wajah keterkejutannya, “Ya, saya mencintai Audrey, tapi saya tidak bisa menjawab ini sekarang”, Luc berhenti sejenak memikirkan alasan yang memang pantas dikatakan untuk situasi saat ini.

“Ya, seperti kalian tahu, pernikahan memerlukan banyak persiapan”

“Tenang saja, kalau itu kami yang akan mempersiapkan segalanya Luc”, potong Ariana, Luc meringis pelan

“Maksud saya, kita berdua harus siap dalam komitmen untuk membentuk sebuah keluarga”, ucap Luc perlahan, berharap alasannya terdengar masuk akal untuk diterima

“Luc, aku sudah siap untuk menjadi istrimu”, Audrey akhirnya mengeluarkan suaranya

“Iya Audrey, aku tahu. Tapi aku seorang pria yang harus memikirkan dan mempersiapkan matang-matang segalanya demi masa depan keluargaku nantinya”.

“Aku tidak ingin ada kekurangan apapun yang akan menyulitkan kita nantinya sayang”, dielusnya pipi kekasihnya itu lembut

“Lagipula saya yang akan datang melamarnya, bukankah pria yang seharusnya melamar seorang wanita?”, ucap Luc serta mengedipkan sebelah matanya pada Audrey, dan dibalas senyum menawan wanita itu.

“Ya, baiklah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Kami mempercayakan semua padamu, Luc”, ucap Alex mengakhiri makan malam itu.


“Aku juga mempercayaimu, Luc and i really miss you”, dan beberapa detik selanjutnya, Audrey telah berada di alam bawah sadarnya, mengajaknya untuk ikut menikmati kesunyian yang menenangkan.


***

“Sayang, mau sampai kapan lagi putri kita menderita seperti ini?”, suara lemah terdengar begitu menyayat hati dari seorang wanita paruh baya yang tengah berdiri ringkih didalam dekapan suaminya.

“Bahkan sudah hampir satu tahun, tapi dia menganggap pria bodoh itu masih menjadi kekasihnya”, Ariana, ibu dari Audrey tidak sanggup lagi menahan kesedihan melihat putri tersayangnya menderita dengan harapan pernikahan, yang bahkan tidak akan pernah terjadi.

Setelah lebih dari dua bulan, harapan seorang Audrey untuk menikah dengan kekasihnya pupus. Segala janji yang diucapkan hanyalah sebuah omong kosong, yang sanggup membuat Audrey benar-benar hancur.

Bahkan wanita itu, seperti menghilangkan ingatannya tentang fakta menyakitkan itu, dia berpura-pura. Tidak!, dia benar-benar telah tenggelam dalam kepura-puraan yang dia buat sendiri demi menguatkan dirinya.

Berpura-pura tidak ada hal buruk yang telah terjadi

Berpura-pura pria itu masih menjadi kekasihnya

Dan berpura-pura tetap menunggu kepulangan Luc untuk melamarnya.



“Demi Tuhan, pria itu telah membuat putri kita melupakan hidupnya”

“Aku tidak tahan lagi melihatnya yang masih mengharapkan pria berengsek seperti itu”, lanjutnya dan seketika wajahnya telah basah oleh airmata seorang ibu yang begitu menyayangi putri semata wayangnya, Audrey.

“Dia bukanlah seorang pria, dia tidak lebih dari banci pengecut”, umpat seorang pria yang sedari tadi memperhatikan wanita yang tengah tertidur sendirian dengan sejuta cinta yang telah diberikan pada makhluk Bajin**n seperti Luc.

“Dia sangat tidak pantas untuk putri kita”

“Berani-beraninya dia datang hanya untuk mengungkapkan perselingkuhannya pada Audrey. Keterlaluan!, shit!”

“Dia pasti akan menyesal setelah meninggalkan putri kita dan pergi bersama kekasih. Tidak!, selingkuhannya. Wanita murahan yang sangat serasih dengannya”

“Sama-sama SAMPAH”, umpat Alex geram.



The End.


This is my own story.
Say NO to Plagiator!!
 
SelyMo.blogspot.com

 

Komentar